Sunday, August 9, 2009

"OBAT " SIPENOLONG YANG BERBAHAYA


OBAT: Menolong atau Berbahaya untuk Anda?


“Obat bagaikan pisau yang bermata dua………” Pernahkan anda mendengar kalimat ini? Selama ini masyarakat mengenal obat sebagai sesuatu yang bias menyembuhkan penyakit, baik itu obat sintesa maupun obat tradisional. Bagaimana kenyataannya?

Obat dapat menolong kita dengan berbagai cara :

1. mengurangi gejala seperti demam, batuk
2. mengurangi rasa sakit
3. mengurangi masalah psikologi
4. pencegahan penyakit seperti imunisasi
5. pengobatan dan pengendalian penyakit seperti hipertensi
6. pembasmian kuman pada infeksi



Tetapi obat dapat juga berbahaya karena

1. mempunyai efek samping seperti rasa mengantuk, nyeri lambung
2. beberapa obat bila dipakai bersamaan dapat mengakibatkan sakit seperti perdarahan
3. ketergantungan obat dapat terjadi apabila obat tertentu disalahgunakan.



Apa yang harus kita lakukan supaya obat dapat digunakan dengan tepat dan terhindar dari efek yang tidak diinginkan?

1. Buat catatan pengobatan pribadi yang berisi nama obat, guna obat, dosis pemakaian obat, tanggal pemakaian obat. Catat nama obat bila mengalami alergi setelah minum obat tersebut
2. Catatan pengobatan pribadi selalu dibawa ketika berkunjung ke dokter atau apoteker
3. Kemukakan kepada dokter atau apoteker apabila anda menpunyai riwayat alergi terhadap suatu obat
4. Buat catatan untuk mengingatkan cara penggunaan obat, terutama jika anda mendapat lebih dari 1 macam obat
5. Baca cara pakai dengan teliti dan pakailah hanya pada dosis yang dianjurkan, khususnya dosis pada anak-anak.
6. Pakailah obat pada waktu yang ditentukan, misalnya malam hari, sebelum atau sesudah makan
7. Jika mendapat antibiotika, diminum sesuai anjuran dokter/apoteker walaupun anda telah merasa sembuh.
8. Perhatikan efek samping obat terutama apabila disarankan tidak mengendarai mobil setelah minum obat
9. Tanya dokter atau apoteker tentang setiap obat yang anda pakai khususnya bila anda hamil atau menyusui.
10. Simpan obat di tempat yang telah dianjurkan, misalnya di dalam lemari es
11. Jangan memindahkan obat dari wadah asli ke wadah lain
12. Amati tanda kerusakan obat misalnya berubahan warna atau bentuk obat dan diskusikan dengan dokter atau apoteker
13. Jaga semua obat dari jangkauan anak-anak. Simpan dalam almari terkunci dan dipisahkan penyimpanannya antara obat yang diminum dan obat luar
14. Buang obat yang telah kadaluwarsa.

Catatan pengobatan akan sangat membantu kita dan tenaga kesehatan dalam proses penyembuhan penyakit kita.

JANGAN SEMBARANGAN MINUM OBAT

Sensitivitas Bawaan
Lantas, bagaimana bila terjadi alergi obat untuk pertama kalinya? Tentu perlu dikenali gejala alergi yang terjadi. Meski dikatakan gejala umumnya terjadi dalam waktu berdekatan seusai konsumsi obat, beberapa alergi obat bisa timbul dalam waktu lebih dari 24 jam seusai penggunaan. Ini disebut dengan delayed reaction.

Umumnya begitu mengonsumsi bahan alergen, akan timbul reaksi seperti bengkak, pusing, sesak nafas, atau diare. Khusus gejala diare akibat alergi obat ini, menurut Parlin, biasanya tak berdiri sendiri. Tetapi didahului dengan gatal atau bengkak di bagian tubuh lain.

Alergi obat yang terjadi dalam waktu singkat atau tertunda ini, sebaiknya dicatat baik-baik sebagai referensi kesehatan pribadi. Umumnya pada saat pemeriksaan, sebelum memberikan obat, dokter akan menanyakan apakah pasien memiliki reaksi alergi terhadap obat tertentu. Ini ditujukan agar tak terjadi kesalahan pemberian obat yang menimbulkan efek negatif.

Misalnya, bila mengetahui riwayat sebelumnya bahwa Anda alergi terhadap pemberian antibiotik jenis penisilin, dokter akan meresepkan antibiotik dari golongan lain, seperti golongan sulfa.

Mengingat alergi ini bersifat seumur hidup, Parlin mengingatkan, jangan sesekali mencoba untuk menguji sensitivitas atau reaksi alergi yang dimiliki. Sensitivitas tubuh itu sifatnya sudah bawaan dan tak mungkin disembuhkan.

Sedangkan untuk kontradiksi obat, biasanya dokter akan menanyakan riwayat penyakit pasien sebelum menuliskan resep. Meski pada obat yang diberikan tidak beserta kemasan atau petunjuk kontraindikasi, sebenarnya kontraindikasi obat sudah tertera dalam referensi obat seperti MIMS atau Daftar Obat Nasional.

Baca Petunjuknya!
Pada dasarnya, obat resep sudah dipertanggungjawabkan oleh dokter yang meresepkan, begitu pula obat bebas. Bila ingin mengonsumsi obat bebas, Parlin menyarankan, agar membeli obat dengan kemasan utuh, sehingga petunjuk penggunaan beserta kontraindikasi yang bisa diakibatkannya bisa terbaca.


Misalnya, pada obat-obat rematik biasanya akan memicu asam lambung jadi meningkat. Obat jenis ini sangat tak dianjurkan pada penderita sakit maag.

Bila menemui rekan atau anggota keluarga menunjukkan gejala kontraindikasi obat, hentikan konsumsi obat dan segera bawa ke dokter atau rumah sakit terdekat. Ceritakan seluruh riwayat penggunaan obat dan bawa serta obat yang diperkirakan menyebabkan kontraindikasi.


Namun, Parlin memberi catatan, pada obat yang tak mencantumkan kandungan atau ditulis dalam bahasa yang sulit dipahami, tentu akan sulit dicari solusinya. Parlin lalu mengingatkan agar masyarakat tak mengonsumsi obat maupun suplemen yang tak mencantumkan secara jelas kandungannya.

”Saya selalu menganjurkan, apa­­lagi bagi orang yang punya sakit ginjal, obat yang tak jelas (kandungannya) jangan dikonsumsi,” tegas Parlin. Sedangkan pada kasus alergi obat, Parlin menganjurkan agar menghentikan konsumsi obat.

Bila berlangsung parah, bisa segera dibawa ke rumah sakit. Namun, bila masih sebatas gatal atau bengkak, pemberian obat bisa dihentikan dan diberikan antihistamin seperti cetirizin dihidroklorida atau chlor tri methon. Pada kasus pingsan atau syok anapilaktik, segera bawa ke rumah sakit. Bila terlambat bisa mengakibatkan kematian.

Selain penggunaan obat antihistamin, pada kasus keracunan ringan bisa juga diberi karbon aktif minimal 4-5 butir sekali minum. Atau susu pada kasus keracunan obat serangga. Sedangkan mitos keracunan obat dapat diupayakan dengan pemberian air kelapa, Parlin menyatakan, belum ada jaminan ini bisa menghasilkan efek terhadap keracunan.

Sayangnya, khusus pada kasus alergi obat, lanjut Parlin, masih sulit dilakukan tes terlebih dahulu dengan tes laboratorium. Hanya alergi pada penisilin saja yang bisa dilakukan uji reaksi alergi. Sedang bahan obat lainnya, kebanyakan akan membuat reaksi alergi palsu. Misalnya, saat diuji justru bahan-bahan di dalamnya menimbulkan reaksi alergi sehingga sering menimbulkan hasil positif.

No comments:

Post a Comment